Anak Tantrum Ujian Empati dan Kesabaran Orang Tua

04 Nov
0 comment

Anak Tantrum Ujian Empati dan Kesabaran Orang Tua – Anak yang sedang ‘tantrum’ merupakan bagian dari perkembangan emosi mereka –hal yang normal, terutama di usia balita. Namun, menghadapi hal tersebut di depan mata bisa menjadi tantangan besar bagi orang tua.

Pada artikel berikut ini, kita akan membahas secara mendalam tentang bagaimana cara mengatasi anak yang sedang tantrum tanpa menggunakan kekerasan, dengan pendekatan penuh empati, strategi praktis, dan komunikasi yang sehat.

Apa itu Tantrum: Ledakan Emosi yang Perlu Dimengerti

Tantrum (yang terjadi pada anak-anak) adalah bentuk ekspresi emosi anak ketika mereka merasa frustrasi, tidak dipahami, atau tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bentuknya bisa berupa:

  1. Menangis dengan sangat keras
  2. Berteriak-teriak
  3. Berguling-guling di lantai
  4. Memukul atau melempar-lempar

Tantrum paling sering terjadi pada anak usia 1,5 hingga 5 tahun, saat kemampuan verbal mereka belum cukup untuk mengekspresikan perasaan secara jelas

Step by step Cara Mengatasi Tantrum Tanpa Kekerasan

Berikut adalah strategi yang terbukti efektif dan penuh kasih untuk menghadapi anak yang sedang tantrum:

  • Tetap tenang, Kendalikan Emosi Anda. Reaksi pertama orang tua sangat menentukan. Jangan terpancing emosi. Anak belajar dari cara Anda merespons. Tarik napas dalam-dalam, beri jeda, dan hindari berteriak atau membalas dengan kemarahan
  • Memvalidasi Perasaan Anak. Daripada langsung menenangkan atau menyuruh diam, lebih baik memvalidasi perasaan mereka. Katakan, “Kakak marah ya, karena mainannya diambil?” Ini membuat anak merasa dipahami dan lebih terbuka untuk tenang.
  • Memberikan Ruang Aman. Jika anak mengamuk, pastikan mereka berada di tempat yang aman. Jangan paksa mereka untuk berhenti. Biarkan mereka meluapkan emosi dengan pengawasan, lalu dekati perlahan saat mereka mulai tenang.
  • Mengalihkan Perhatian. Teknik ini efektif untuk anak usia dini. Tawarkan mainan lain, ajak melihat sesuatu yang menarik, atau ajak bernyanyi. Pengalihan yang kreatif bisa memutus siklus tantrum.
  • Menggunakan Sentuhan Lembut. Memeluk atau menyentuh punggungnya bisa menjadi sinyal bahwa Anda hadir dan peduli. Namun, pastikan anak siap menerima sentuhan. Jangan memaksa jika mereka menolak.
  • Memberikan Pilihan. Boleh jadi anak kita sering tantrum karena merasa tidak punya kendali. Berikan pilihan sederhana seperti, “Kamu mau pakai baju biru atau merah?” Ini memberi rasa otonomi dan mengurangi frustrasi.
  • Konsisten dengan Aturan yang Sudah Disepakati. Anak yang sedang tantrum tidak boleh membuat Anda menyerah pada tuntutan yang tidak masuk akal. Jika anak tantrum karena tidak mau makan, tetapi malah (kepinginnya) bermain di luar, maka tetaplah teguh pada aturan yang sudah disepakati. Konsistensi membentuk batas yang sehat.
  • Menggunakan Bahasa yang Tenang dan Simpel. Ketika anak tantrum, kemampuan mereka memahami bahasa yang ‘kompleks’ akan semakin menurun. Cukup dengan menggunakan kalimat pendek dan tenang seperti, “Mama di sini. Kamu aman.”
  • Tidak Mengancam atau Memberi Hukuman. Ancaman hanya memperburuk situasi. Hukuman fisik atau verbal bisa merusak rasa aman anak dan hubungan emosional dengan orang tua.
  • Memberi Ketenangan Setelah Tantrum. Setelah anak tenang, ajak bicara tentang apa yang telah terjadi. Gunakan momen ini untuk mengajarkan cara mengelola emosi. Misalnya, “Kalau marah, kita bisa bilang ‘Aku marah’ daripada berteriak.”

Mencegah Tantrum Sebelum Terjadi

Mencegah lebih baik daripada mengobati, setidaknya begitulah ‘pameo’ yang sering kita dengar, dan tentu saja itu memang benar adanya. Oleh karena itu, langkah pencegahan sebelum terjadinya tantrum pada anak-anak kita lebih baik untuk dilakukan. Nah, berikut ini ada beberapa cara untuk mencegah tantrum:

  1. Memastikan anak cukup tidur dan makan: Lapar dan lelah adalah pemicu utama tantrum.
  2. Melakukan rutinitas yang konsisten (terus menerus secara disiplin): Anak merasa aman dengan rutinitas yang bisa diprediksi.
  3. Adanya waktu-waktu khusus untuk bermain bersama: Anak yang merasa diperhatikan cenderung lebih tenang.
  4. Mengajarkan kosakata emosi sejak dini: Anak yang bisa mengatakan “Aku sedih” lebih kecil kemungkinan tantrum.

Lalu Apa Peran Orang Tua? (Menjadi Contoh/Model dalam Mengelola Emosi)

Anak-anak kita tentu belajar dari melihat (khususnya kepada diri kita). Jikalau kita mengelola stres dengan cara sehat, anak akan meniru. Luangkan waktu untuk merawat diri sendiri, berbicara dengan pasangan atau teman, dan jangan ragu mencari bantuan profesional jika merasa kewalahan.

Tantrum Bukan Musuh, Tapi Peluang untuk Belajar

Anak yang tantrum bukan berarti (tanda) anak nakal, melainkan itu adalah sinyal bahwa mereka butuh ‘bantuan’ untuk mengelola emosi. Dengan pendekatan yang penuh empati, kesabaran, dan strategi yang tepat, Anda bisa membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat secara emosional.

Baca juga: Homeschooling Jakarta 

Sungguh, kekerasan bukanlah solusi. Pelukan, kata-kata lembut, dan kehadiran kita jauh lebih ‘ampuh’ dalam membentuk anak yang sehat secara mental dan emosional.

Leave your thought